Rabu, 30 Mei 2012

Hukum Kamma

Hukum Kamma oleh Bhikkhu Uttamo Dalam kegiatan sehari-hari sering didengar istilah"Kamma" (Bhs. Pali) atau 'karma' (Bhs. Sanskerta). Penggunaan kata "Kamma" pada umumnya ditujukan untuk menggambarkan hal-hal yang tidak baik; kamma selalu dihubungkan dengan kamma buruk. Padahal sebetulnya kamma bukan hanya kamma buruk tetapi juga ada kamma baik. Selain sebagai kamma buruk, konsep kamma juga sering diidentikkan sebagai satu-satunya penyebab kejadian. Kita menganggap setiap keadaan buruk selalu disebabkan oleh kamma, semuanya tergantung pada karma. Konsep yang demikian ini dapat berakibat menurunkan semangat juang atau semangat hidup kita. Padahal kamma bukan satu-satunya penyebab kejadian, melainkan hanya salah satunya; masih terdapat banyak faktor yang ikut menentukan dan menyebabkan kamma berbuah. Konsep yang menganggap bahwa kamma selalu kamma buruk dan sebagai satu-satunya penyebab kejadian ini dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang salah dan merupakan kelemahan terhadap penjelasan hukum kamma. Apakah sesungguhnya kamma itu? Kamma adalah niat untuk melakukan perbuatan. Niat itulah yang disebut dengan kamma. Perbuatan yang dilakukan dengan pikiran disebut kamma melalui pikiran; perbuatan yang dilakukan dengan ucapan disebut kamma melalui ucapan; dan perbuatan yang dilakukan dengan badan disebut kamma melalui badan. Dengan demikian, kamma bisa berupa kamma baik dan kamma buruk. Kemudian timbul satu pertanyaan, apakah yang disebut Hukum Kamma? Hukum kamma sebenarlnya adalah Hukum Sebab dan Akibat. Di dalam Samyutta Nikaya I, 227 dinyatakan: "Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebajikan, dan pembuat kejahatan akan menerima kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji benih, dan engkau pulalah yang akan memetik buah-buah daripadanya." Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, pernyataan tersebut tampak bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Kita sering menemukan orang yang banyak melakukan kebajikan tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya. Mengapa demikian? Apakah hukum kamma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru. Kalau hukum kamma diumpamakan sebagai sebuah sawah yang mempunyai tanaman padi dan jagung, di mana tanaman padi dan jagung tersebut mempunyai usia panen yang berbeda, maka tanaman jagung tentu akan panen terlebih dahulu daripada tanaman padi. Demikian pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai / dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu. Selanjutnya bagaimanakah kamma kalau dilihat menurut waktunya? Menurut waktunya, kamma dapat kita bedakan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut: a). Kamma yang langsung berbuah. Jenis kamma ini misalnya saja ketika kita mengambil helm milik orang lain, karena helm kita sendiri telah dicuri seseorang. Supaya tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi walaupun lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya kita ditangkap polisi. Terpaksa kita harus membayar tilang Rp 15.000,- (padahal harga sebuah helm hanya Rp 10.000,-). Ini adalah salah satu contoh sederhana kamma yang langsung berbuah. b). Kamma yang berbuah agak lama tetapi masih dalam satu kehidupan. Misalnya orang yang melakukan meditasi hingga mencapai jhana tertentu, maka setelah meninggal ia akan langsung terlahir di Alam Brahma. c). Kamma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Salah satu contoh adalah orang yang sering mendengarkan Dhamma, besar kemungkinan ia akan terlahir kembali di alam sorga dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa demikian? Dengan mendengarkan Dhamma, orang tersebut telah melakukan kamma baik karena ia telah melatih berdana perhatian. Selama mendengarkan Dhamma, ia juga telah memusatkan pikiran, ucapan serta perbuatannya ke arah kebajikan, apalagi jika ia dapat mengerti serta melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Kebajikan ini tentunya sangat selaras dengan salah satu isi kotbah Sang Buddha yang menyatakan bahwa mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai adalah Berkah Utama. d). Kamma yang tidak sempat berbuah karena telah kehabisan waktu atau kehilangan kesempatan untuk berbuah. Sering orang mengatakan bahwa tercapainya Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirvana (Bhs. Sanskerta) adalah ketika kamma baik dan kamma buruknya telah habis. Padahal kamma itu sangat sulit untuk dapat habis berbuah karena jumlahnya yang tidak terbatas. Namun, kamma dapat dipotong. Kita dapat merasakan buah kamma apabila kita masih mempunyai badan dan batin, artinya kita masih hidup setelah dilahirkan. Apabila kita tidak dilahirkan kembali, maka kesempatan untuk merasakan buah kamma baik maupun buruk sudah tidak ada lagi. Dengan demikian, ada berbagai kamma yang tidak sempat berbuah. Selain menurut waktu, kamma juga dapat dibedakan menurut fungsinya, yaitu: a). Fungsi kamma yang melahirkan. Misalnya: Ada orang yang dilahirkan dalam kondisi mempunyai banyak penyakit. Kenapa terjadi demikian? Sesuai dengan benih yang ditanam, demikian pula buah yang dituainya; mungkin karena ia telah melakukan penyiksaan di kelahiran yang lampau, maka kini ia terlahir menjadi orang yang sakit-sakitan. b). Fungsi kamma yang mendukung. Jenis kamma ini mendukung fungsi kamma yang melahirkan. Misalnya: Selain ia terlahir di keluarga yang miskin, dia juga terlahir dalam keadaan cacat. Inilah salah satu contoh kamma yang mendukung. c). Fungsi kamma yang mengurangi. Fungsi kamma yang mengurangi ini berhubungan dengan perbuatan kita yang baik maupun buruk yang dilakukan dalam kehidupan saat ini. Misalnya: Meskipun seseorang terlahir sebagai orang yang miskin serta cacat, orang tersebut mungkin saja mempunyai perilaku kemoralan yang baik. d). Fungsi kamma yang memotong. Karena perilaku kemoralannya baik, ucapannya serta tingkah lakunya juga baik, maka mungkin saja ada orang yang simpati kepadanya. Orang tersebut mungkin akan memberinya pekerjaan yang sesuai dengan keadaannya. Inilah salah satu contoh kamma yang memotong, artinya bertentangan atau memotong buah kamma yang sedang berlangsung atau buah kamma yang sedang dialaminya. Kamma sangat berhubungan dengan perbuatan seseorang saat ini. Segala sesuatu yang dilakukan pada saat ini akan menentukan buah kamma di masa depan. Dengan demikian, kamma bukanlah nasib yang tidak bisa diubah. Kamma masih dapat diperbaiki dan diubah dengan melakukan berbagai kamma atau perbuatan yang lain. Jadi, perbuatan saat inilah yang paling penting! Selanjutnya kamma juga dapat dikelompokkan menurut bobotnya yaitu: a). Bobot kamma super berat. Kamma super berat yang baik misalnya: orang yang bermeditasi konsentrasi sehingga mencapai jhana, setelah meninggal dunia, ia akan langsung terlahir kembali di Alam Brahma. Kamma jenis ini juga bisa terjadi untuk mereka yang telah melatih meditasi pengembangkan kesadaran sehingga mencapai kebijaksanaan atau mencapai Nibbana. Dengan tercapainya Nibbana, maka ia sudah tidak akan terlahir kembali di alam manapun juga setelah ia meninggal di kehidupan ini. Sedangkan kamma super berat yang buruk ada 5 (lima) perbuatan yaitu membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh seorang Arahat, melukai Sammasambuddha, dan memecah belah Sangha. Apabila seseorang melakukan salah satu atau lebih dari kelima perbuatan buruk tersebut, maka setelah meninggal dunia, orang tersebut langsung terlahir di Alam Neraka Avici. b). Kamma yang berkesan yang muncul pada saat kematian. Pada saat seseorang akan meninggal dunia, maka pikirannya akan mengingat perbuatan yang super berat terlebih dahulu. Apabila tidak ada perbuatan super berat yang pernah dilakukan selama hidupnya, maka pikirannya akan mengingat salah satu perbuatan yang paling berkesan dalam hidupnya. Misalnya: Ia teringat kesan baik ketika ia mendengarkan Dhamma atau sering bertemu dengan para bhikkhu. Apabila ia meninggal pada saat mengingat kesan baik tersebut, ia akan terlahir di alam bahagia. Sebaliknya kalau ia teringat kesan perbuatan yang tidak baik, maka ia dapat saja terlahir di alam menderita. Sehubungan dengan jenis kamma yang membangkitkan kesan pada saat seseorang mengalami proses kematian ini, disebutkan dalam Dhamma bahwa apabila seseorang telah mengunjungi dan melihat 4 (empat) tempat suci di India yaitu : 1. Tempat Pangeran Siddhattha dilahirkan, 2. Tempat Beliau mencapai kesucian dan menjadi Buddha, 3. Tempat Sang Buddha pertama kali membabarkan Dhamma, serta 4. Tempat Sang Buddha wafat. Dan, ketika ia akan meninggal, ia dapat mengingat kesan baik saat berkunjung keempat tempat yang berkesan ini, maka ia akan dapat terlahir di alam bahagia. Ini pula sebabnya seseorang yang akan meninggal dunia dilakukan upacara pembacaan paritta. Salah satu tujuan upacara ritual ini adalah untuk membantu orang yang akan meninggal tersebut mengingat berbagai kesan kebajikan yang telah dilakukannya selama hidup. Dengan demikian, ia akan mempunyai kondisi untuk terlahir di alam bahagia. c). Kalau di dalam proses kematian itu tidak ada perbuatan yang berkesan atau tidak sempat berpikir, misalnya karena ia meninggal dalam keadaan koma atau kecelakaan fatal, maka hal yang menentukan kelahiran kembalinya adalah perbuatan yang menjadi kebiasaan dalam hidupnya. Misalnya, orang yang mempunyai kebiasaan bermain musik, apabila pada saat meninggal dunia ia teringat dengan kebiasaannya itu, maka ia dapat saja terlahir kembali sebagai orang yang memiliki bakat bermain musik sejak kecil. d). Bobot kamma yang super ringan atau kecil. Apabila pada saat kematian, seseorang tidak mempunyai kamma yang super berat, kamma yang berkesan maupun kamma kebiasaan, maka pada saat itu akan timbul jenis kamma yang super ringan atau sepele. Misalnya: Pada satu saat, seseorang pernah melihat dan menyingkirkan paku agar tidak ada orang lain yang terluka karenanya, apabila kamma sederhana yang membahagiakan ini timbul di saat kematian, ia dapat pula terlahir di alam bahagia. Dari keterangan di atas, dapatlah dimengerti bahwa kamma walaupun hanya SATU, namun, dari berbagai sudut pandang, kamma dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu menurut waktu, fungsi dan bobotnya. Setiap kelompok terdiri dari empat bagian. Dengan demikian, secara keseluruhan, SATU kamma yang dimiliki oleh seseorang dapat dimengerti sebagai 12 jenis kamma yang saling berkaitan menjadi satu kesatuan. Semoga uraian tentang berbagai jenis kamma ini dapat mendorong para umat serta simpatisan Buddhis agar selalu mengisi setiap saat dalam hidupnya untuk berbuat, berbicara dan berpikir yang baik. Kesimpulannya, jadikanlah perbuatan baik sebagai kebiasaan. Semoga kebahagiaan selalu ada pada Anda. Semoga semua mahluk berbahagia.

gombloh

country roads